Jumat, 06 Mei 2011

Dahsyatnya Merapi Tak Sedahsyat Cinta-Mu


                TIDAK ada yang memungkiri bahwa peristiwa Merapi merupakan peristiwa yang mengerikan. Tidak ada yang menolak bahwa peristiwa Merapi memberikan ketakutan kepada warga di sekitarnya. Tetapi, peristiwa Merapi yang sama dapat menjadi sebuah pengalaman transformatif jika direnungkan dengan baik.
                Itulah salah satu kesimpulan dalam bedah buku ‘Dahsyatnya Merapi Tak Sedahsyat Cinta-Mu’ di aula Seminari Tinggi St Paulus Kentungan Yogyakarta, Sabtu (26/2) lalu. Acara tersebut menghadirkan Rm Hari Kustono, Pr dan Nasarius Sudaryono, MA sebagai narasumber dan moderator Rm Kristi Adi, Pr.
                Dalam pemaparannya Rm Hari Kus menjelaskan tentang proses terbitnya buku ini. Segalanya dimulai dengan keputusan pihak Seminari Tinggi dan Fakultas Teologi Wedabhakti untuk membuka posko pengungsian bagi para pengungsi Merapi. Posko yang dibuka dari tanggal 5-25 November 2010 tersebut memberikan banyak pengalaman bagi para romo, para frater maupun para relawan yang membantu di posko tersebut. Karena kekayaan itulah, refleksi dari semua yang terlibat dalam posko pengungsian dikumpulkan serta diterbitkan dalam bentuk buku ini.

Kaya cerita
                “Semuanya terkumpul 116 karangan dengan berbagai bentuk. Syukurlah bahwa di antara karangan-karangan tersebut tidak ada yang sama sehingga dapat menjadi kekayaan bersama. Karangan-karangan tersebut kemudian diedit dan diterbitkan dalam buku ini,” papar Rm Hari Kustono.
                Sementara Nasarius menyampaikan hasil pembacaannya terhadap buku tersebut. Menurutnya, buku ini memberikan kisah yang komplet mengenai posko pengungsian di seminari. Kisah-kisah tersebut tidak hanya sekedar kisah, tetapi memuat refleksi dan transformasi dalam pola pikir serta perkembangan pribadi. Baginya, buku ini menyajikan sebuah permenungan komplet tentang posko pengungsian tersebut. “Saya yang tidak terlibat dalam posko pengungsian Seminari Tinggi, ikut merasakan suasana posko itu ketika membaca buku ini,” paparnya.
                Dalam acara tersebut, hadir pula para pengungsi yang dulu sempat tinggal di posko pengungsian selama 3 minggu. Salah satu pengungsi, yaitu Belarianta, mengatakan bahwa posko pengungsian di Seminari Tinggi memberikan kedamaian dan ketenangan. Dalam refleksinya Bela menyatakan bahwa kedamaian dan ketenangan tersebut menjadikan dirinya merasakan Kerajaan Allah di posko tsb. (V Yudho Widianto-Seminari Tinggi)

Allah, Pokok Pangkal Kehidupan (Pesan Paskah 2011)


SAUDARA-saudaraku yang terkasih dalam Kristus, selamat berjumpa pada hari Raya Paska Kebangkitan Tuhan. Selamat Paska saya haturkan kepada Anda semua,  umat Katolik Keuskupan Agung Semarang.
Kita merayakan Paska Kebangkitan Tuhan kita Yesus Kristus,  karena kita percaya, bahwa dalam peristiwa Paska Allah menyatakan diri sebagai pokok pangkal kehidupan. Allah menyatakan diri sebagai pokok pangkal kehidupan dengan membangkitkan Yesus, Putera-Nya dari antara orang mati. Dengan demikian, Yesus dijadikan-Nya Tuhan dan Kristus, Mesias yang menjadi Juru Selamat dunia.  
Pesan Paska adalah pesan yang memuat  pewartaan tentang kehidupan yang bertahan sebagai kehidupan abadi sebab kehidupan itu benar, baik dan indah, karena Allah yang kita imani adalah Allah pokok pangkal kehidupan itu sendiri. Itu berarti, manusia yang diciptakan Allah memperoleh amanat untuk menerima, melestarikan dan mengembangkan kehidupan dalam kelimpahan kasih Allah. Dalam melaksanakan amanat tersebut, perlu kita ubah budaya kematian ('culture of death') menjadi budaya kehidupan ('culture of life',) dengan mengubah kekerasan menjadi kelembutan.
Pesan Paska menjadi sungguh relevan pada zaman kita sekarang ini. Masih jelas pada ingatan kita, peristiwa-peristiwa yang sungguh memrihatinkan akhir-akhir ini: pembantaian manusia di Cikeusik,  amuk massa di Temanggung, serta peledakan bom di masjid kompleks Markas Polisi Resort Cirebon Kota, Jawa Barat.
Hari-hari ini pun ketika dirayakan Paska Kebangkitan, Indonesia dinyatakan dalam status Siaga Satu Teror Bom berkaitan dengan paket diduga bom yang berada di pipa gas PT PGN di Serpong, Tangerang, Kamis (21/4), tidak jauh dari gereja Christ Kathedral, Serpong, Jawa Barat, yang diperkirakan untuk merusak hari Paska kita.
Pada peristiwa-peristiwa tersebut kita menyaksikan, bagaimana manusia bersikap terhadap  kehidupan yang dianugerahkan oleh Sang Khalik kepada segala makhluk. Para teroris tersebut  dengan sengaja merencanakan kegiatan-kegiatan yang bila sungguh-sungguh terjadi akan menimbulkan banyak korban, bahkan musnahnya nyawa manusia.
Dalam keadaan apa pun, hendaknya tetap kita dengarkan suara nurani kita. Nurani kita menyuarakan, bahwa manusia diciptakan untuk memelihara kehidupan, bukan untuk melenyapkannya. 
Marilah kita berdoa kepada Allah, pokok pangkal kehidupan, agar kita menjadi semakin mampu memelihara kehidupan, dan  dibebaskan dari bahaya yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan, yang mengancam kehidupan tersebut.
Selamat Paska, semoga Sang Matahari kehidupan mengusir kegelapan dunia sekarang ini karena kekerasan dan terorisme. “Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya.” (1 Ptr. 5: 8-9)
             
Salam, Doa & Berkah Dalem,

Semarang, 23 April 2011           
+ Johannes Pujasumarta
Uskup Keuskupan Agung Semarang