Selasa, 14 Juni 2011

Imam Projo dan Biarawan, Sama?

Setelah menghadiri tahbisan Imam Projo di Kapel Seminari Tinggi Kentungan, Yogyakarta, Emon bingung dengan status Romo Projo. Ia pun berkeluh kepada Ronald, “Aku denger Romo Projo itu bukan biarawan. Koq gitu ya? Setahuku seorang romo itu ya biarawan.“ Ronald setengah gak percaya menjawab, “Ah, mosok seh.”
Keheranan Emon dan Ronald, bisa jadi juga dialami oleh umat Katolik lainnya. Bedanya Eman dan Ronald mempertanyakannya di antara mereka berdua.
Sebagai seorang Imam Katolik, tidak ada perbedaan antara imam projo dan imam biarawan. Imam Katolik mengucapkan janji setia untuk selibat, kesahajaan hidup, dan taat kepada Uskup.  Namun Imam Projo bukanlah seorang biarawan.  Lalu apa beda keduanya?
Seorang imam biarawan (ada yang menyebutnya: religius) adalah anggota dari suatu ordo/kongregasi atau lembaga religius, seperti SY, MSF, OCSO, dll. Suatu lembaga religius adalah suatu serikat yang dibentuk Gereja dengan suatu spiritualitas atau semangat hidup tertentu dan untuk melaksanakan suatu karya tertentu pula.
Imam Projo, Imam Diosesan.
Setiap ordo biarawan memiliki konstitusi sendiri, dan para anggotanya hidup menurut suatu konstitusi tersebut. Para imam biarawan ada yang berkarya sebagai pastor rumah sakit, memberikan retret, mengajar, pembicara, pastor paroki, misionaris dan di berbagai bidang lainnya. Setiap ordo memiliki karisma tersendiri. Mereka membawa karisma itu ke dalam karya mereka.
Seorang imam religius mengucapkan kaul kemurnian, ketaatan dan kemiskinan. Mereka tidak diperkenankan memiliki harta pribadi, meski menerima gaji dari pelayanan. Biasanya, imam biarawan tinggal bersama sejumlah imam atau bruder dari ordonya. Pelayanan ordo kepada Gereja dapat melintasi batas-batas keuskupan: ia dapat diutus ke manapun ke pelosok dunia di mana ordonya berkarya. Sebaliknya, seorang imam projo, pada umumnya melayani sebatas wilayah keuskupan di mana ia ditahbiskan. Seorang imam projo tidak mengucapkan kaul.

Imam projo
Projo selalu ada bersama umat.
Seorang Imam Projo (Diosesan) pada dasarnya adalah seorang Imam Paroki. “Diosesan” berasal dari kata Yunani yang berarti “menata rumah”. Kata Yunani “paroki” berarti “tinggal dekat.” Seorang Imam Projo adalah seorang imam yang terlibat dalam kehidupan sehari-hari umat. Ia “tinggal dekat dengan umat” dalam segala hal, dan membantu uskup setempat untuk “menata rumah” dalam keluarga Allah, entah sebagai seorang pastor pembantu atau pastor kepala paroki. Namun demikian, Imam Projo juga melayani bidang lain, seperti pengajaran, kemahasiswaan, pastor di rumah sakit, di pangkalan militer, atau di penjara, dll.
Sebagian besar imam di seluruh dunia adalah imam diosesan. Mereka ini ditahbiskan untuk berkarya di suatu diosis (= keuskupan) atau di suatu arki-diosis (= keuskupan agung) tertentu. Seorang imam diosesan merupakan bagian dari satu presbiterium (dewan imam), yang beranggotakan para imam dari suatu diosis/arki-diosis yang sama, dan karenanya berada di bawah kepemimpinan uskup yang sama.
Saat ditahbiskan sebagai diakon (sebelum tahbisan imamat) mereka berikrar setia untuk menghormati dan mentaati uskup diosesan dan para penerusnya. Mereka juga berikrar untuk hidup dalam kemurnian, sesuai dengan status klerus mereka (termasuk hidup bersahaja). Secara teknis, projo tidak mengucapkan kaul dan tidak berikrar kemiskinan. Selain itu ia juga berikhrar setia kepada uskup. Dengan demikian mereka menginkardinasi diri ke dalam keuskupan. Ini mendatangkan hak-hak tertentu bagi mereka, dan mengenakan kepada mereka kewajiban untuk berkarya bagi gereja diosesan di bawah kepemimpinan uskup. win

Adorasi, Satu Jam Penuh Kuasa

Tidakkah kamu sanggup berjaga-jaga satu jam dengan-Ku? Pertanyaan Yesus ini ditanyakan sekali lagi oleh Rm Patrick Joseph Barry kepada empat ratusan peserta Rekoleksi Adorasi Abadi di Sukasari, Katedral, Sabtu (12/3).
Rm Patrick jauh-jauh datang dari Perth, Australia, ke Semarang dalam rangka memberikan arti dan makna mendalam dari Adorasi Sakramen Mahakudus. Dengan didampingi dua penerjemah, ia tampak begitu semangat. Rekoleksi yang diadakan oleh Bidang Liturgi Dewan Paroki Katedral ini, dihadiri pula oleh Rm FX Sukendar Pr selaku pastor kepala paroki Katedral yang didaulat membuka acara.
Ekaristi Kudus atau Sakramen Mahakudus adalah Yesus sendiri yang memberikan tubuh dan darah-Nya, Sakramen Mahakudus, saat Kamis Suci Malam yang pertama,” papar Rm Patrick. Lanjutnya, setiap misa yang diadakan oleh Gereja Katolik, roti dan anggur melalui melalui perkataan Yesus dan penyertaan Roh Kudus, diubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus.
Paus Yohanes Paulus II menuliskan di dalam keheningan di depan Sakramen Mahakudus, bahwa Kristus benar-benar hadir seutuhnya; Tuhan yang kita temukan, yang kita sembah dan dengan siapa kita dapat berelasi. Melalui adorasi atau penyembahan kepada Sakramen Mahakudus, kita menyatakan cinta kita dan persahabatan kita kepada Yesus.
Masih menurut Yohanes Paulus II, kedekatan pada Kristus dalam keheningan dan kotemplasi tidaklah menjauhkan kita dari keadaan kita saat ini, tetapi sebaliknya membuat kita menjadi penuh perhatian dan terbuka pada sukacita manusiawi dan mengalami kelegaan serta memperluas hati kita pada skala dunia.
“Melalui penyembahan, orang-orang Kristen secara diam-diam memberikan perubahan dunia yang radikal dan menebarkan Injil,” tutur Rm Patrick menyitir pesan Paus. Hal ini diteguhkan oleh Yesus kepada St Faustina, ‘Aku ingin penyembahan/adorasi dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh pengampunan bagi dunia’.

Duduk diam saja
Rm Patrick Joseph Barry
Perhatian peserta semakin tertuju kepada kata-kata Rm Patrick, terlebih ketika ia menceritakan kisah di negara Kazakstan. Ada gadis yang mengalami depresi dan kini sedang ditangani oleh seorang psikiater. Keduanya seorang muslim. Setelah beberapa kali konseling, dan tiada hasil, si psikiater menyatakan diri tak sanggup. Sebaliknya, ia menganjurkan si gadis untuk berdiam diri di sebuah kapel yang ada di seberang tempatnya praktek. “Silakan kami duduk diam selama satu jam di dalam kapel itu,” anjur psikiater. Si gadis pun protes, “Untuk apa aku ke situ? Apa yang harus aku lakukan?”
Sekali lagi si  psikiater berkata, “Sudahlah, pokoknya kamu duduk saja di dalam kapel itu selama satu jam.”
Si gadis itu karena terobsesi ingin segara sembuh, ia menuruti saja perintah psikiater. Ia masuk kapel dan duduk di bangku kapel. Ia duduk saja dengan pikiran ke mana-mana, sedang di depannya bertahta Sakramen Mahakudus. Beberapa orang juga ada di hadapan Sakramen itu. Meski gelisah, si gadis berusaha bertahan, sampai waktu satu jam terlalui. Ia pun pulang ke rumah. Dan alangkah terkejutnya ia, ketika sampai di rumah. Ia merasakan bahwa dirinya sudah sembuh dari rasa depresi. Ada kelegaan dan sukacita. Ia pun bersaksi kepada si psikiater bahwa ia sudah sembuh.
“Inilah bukti nyata, bahwa Sakramen Mahakudus itu begitu berkuasa. Bahwa duduk di hadapan Sakreman Mahadukus itu tak hanya sekedar duduk, namun sunguh-sungguh menerima aliran Illahi. Siapapun orangnya akan menerima, termasuk orang Muslim,” ungkap sang Romo.

Kejahatan makin menurun
Lalu seorang peserta bertanya, “Mengapa Adorasi Ekaristi Abadi itu diperlukan?”
Rm Patrick pun menjawab. Ketika kita membatasi jam-jam adorasi, kita membatasi kemampuan Kristus untuk umat-Nya. Hanya sedikit yang dapat menanggapi undangan Tuhan ‘Tidakkah kamu sanggup berjaga-jaga satu jam dengan Aku?’, bila kita hanya memiliki satu jam atau beberapa jam adorasi setiap minggu. Semakin banyak kita menyediakan waktu, maka semakin banyak umat berkesempatan untuk beradorasi. Bila kapel atau gereja dibuka sepanjang hari, maka setiap umat mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi hadir. Karena syarat Sakramen Mahakudus ditahtakan sepanjang waktu, adalah bila ada yang menjaga-Nya sepanjang waktu itu.
Namun, apakah pentahtaan sepanjang hari tidak mengundang hal-hal yang berbahaya?
Banyak imam yang telah menyaksikan bahwa sejak Adorasi Ekaristi Abadi mulai diadakan, maka tingkat kejahatan di daerah itu makin menurun. Bahkan Rm James Swenson dari gereja Katolik St Bridget, Las Vegas, bersaksi demikian, “Persis di depan gereja kami terdapat daerah pelacuran dan perjualan narkoba. Ketika adorasi abadi sakramen Mahakudus mulai dilakukan, semua kegiatan tersebut berhenti. Ketika Tuhan di dalam Sakramen Mahakudus ditahtakan di atas altar, kejahatan meninggalkan daerah itu. Saya yakin akan hal itu.”
Dari kegiatan Rekoleksi Adorasi Abadi ini diharapkan umat menjadi semakin menghormati Sakramen Mahakudus. Dan pada gilirannya nanti di Kota Semarang dapat didirikan kapel Adorasi Ekaristi Abadi, dimana setiap orang dapat mengunjungi setiap waktu. Tentunya partisipasi setiap umat sangat diharapkan demi terwujudnya cita-cita ini. # Blk