Sabtu, 07 Mei 2011

PA Wikrama Putra: Oase bagi Mereka yang Terlantar

Siang itu, beberapa balita bercengkerama dan berkejaran di teras depan. Suara cekikikan terdengar di sana sini. Cengkerama dan kejar-kejaran segera sirna tatkala ibu asuh mereka datang membawa roti untuk snack di siang itu. “Aku mau, aku mau,” kata beberapa dari mereka. Itulah secuil suasana di Panti Asuhan Wikrama Putra.

Wikrama Putra merupakan salah satu panti asuhan yang dikelola secara mandiri oleh awam Katolik. Kini telah ratusan anak yang telah ‘diluluskan’ dari panti yang beralamat di Jl Wismasari Selatan No 5, Ngaliyan, Semarang ini.
“Kehidupan Wikrama Putra saat ini tak bisa dilepaskan dari sosok lembut nan sosiawan, Pastor Mr HC Van Diense SJ, Arsts,” ungkap Al Untung Sudono, ketua Yayasan Sosial Wikrama Putra ini. Saat ditugaskan sebagai Pamong di kolese Loyola Semarang sekitar tahun 1968, imam yang juga dokter, sarjana hukum, dan arsitek ini, hatinya terusik oleh kehidupan anak-anak di sekitar kolese. Saat itu ada banyak anak yang terlantar dan tak punya tempat tinggal, akibat ditinggal orang tuanya korban peristiwa G30 PKI 1965.
 Oleh Pastor Diense, anak-anak ini dikumpulkan dari stasiun kereta api maupun terminal bis, di mana mereka tinggal. Bila hari ini ada lima anak dikumpulkan, namun esok hari tinggal satu atau dua anak saja. Yang lainnya sudah melarikan diri. Meski begitu, Pastor Dience tetap rajin mengumpulkan para anak gelandangan untuk ditampung. Mereka pelan-pelan diajari bagaimana cara bercocok tanam.
Kepedulian Pastor Diense, ia sampaikan kepada orang tuanya di negeri Belanda. Ibunya yang seorang dokter gigi, berusaha menyisihkan uang hasil praktek untuk karya anaknya. Uang yang dikumpulkan si Ibu itu digunakan untuk membeli tanah di daerah Ngaliyan, Semarang. “Dan akhirnya, jadilah panti asuhan seperti sekarang ini,” tutur Untung.
Dalam karya sosial ini, Pastor Dience tak sendirian. Ia melibatkan pula beberapa mahasiswa Katolik di Semarang. Salah satunya adalah Rm Sugondo SJ dan adiknya Untung.
Panti asuhan yang ia dirikan awalnya diberi nama ‘Do School’ atau sekolah kerja. Artinya, anak-anak terlantar yang ditampung itu dididik bagaimana cara bercocok tanam. Berkat ketekunan dan keuletannya beberapa anak sudah mahir bertani. Beberapa diantaranya ditransmigrasikan ke Pontianak untuk menggarap lahan di sana.

Misi
Tidur selalu dalam kebersamaan.
Nama ‘Wikrama Putra’ diambil dari dunia pewayangan. “Triwikrama Wisnu adalah tempat untuk penggodokan para ksatria,” tutur Yosef Emanuel Wiyono Permadi (72), bapak asrama yang telah turut mengelola panti ini. Sedangkan Putra berarti anak. Jadi Wikrama Putra berarti tempat penggodokan anak-anak yang tak mempunyai orang tua.
Misi utama Wikrama Putra adalah menyelamatkan nyawa bagi anak yang tersisih, tak berdaya, dan kecil. Artinya, anak-anak yang tak dikehendaki oleh orang tuanya, karena beberapa sebab. Oleh karena itu jangan heran, bila anak-anak di panti ini datang dari tangan polisi yang menemukan bayi yang dibuang, dari PSK, dari gereja, dll. “Kami siap menerima bayi siapapun, Jangan melakukan aborsi. Lebih baik berikan kepada kami,” himbau Untung.
Meski berlabel Katolik, namun dalam perjuangan dan usahanya para pengelola panti tak pernah minta bantuan finansial kepada pihak Gereja. Bantuan itu datang dengan sendirinya dari Tuhan melalui para donatur dan siapa saja yang tergerak membantu panti. Malah yang agak mengherankan, panti ini pernah didatangi Ustad Jerry Bukori. Ustad kondang ini berpesan kepada Untung, bahwa ia siap setiap saat bila dimintai bantuan.
Di awal usaha mendirikan panti, Pastor Dience ketika meminta restu pimpinan Gereja, ia dipesan agar tidak meminta bantuan dana kepada Gereja. Dan pesan itu hingga kini dipegang oleh para pengelola panti.  

Pendidikan anak
Saat ini ada 80 anak yang menghuni panti ini. Mulai dari mereka yang bayi hingga mereka yang duduk di bangku kuliah. Dan ada 6 pengasuh yang mendampingi mereka.
Belajar, makan, rekreasi, di ruang yang sama.
Wikrama Putra sendiri memiliki sekolah dasar yang diperuntukan bagi anak-anak panti dan anak-anak di luar panti yang tak kuat membayar uang sekolah. Sekolah itu bernama SD Pancasila yang terletak di Jl Raya Walisongo No 6, Jrakah, Semarang. Saat ini ada 127 siswa belajar di sini.
Setelah lulus SD, anak-anak panti biasanya belajar di SMP PL Mijen. “Baru setelah SMA atau SMK mereka memilih sekolah sesuai dengan pilihan mereka,” ungkap Wiyono.
Seluruh pekerjaan di panti, seperti menyapu, mengepel, membersihkan kamar mandi, dll. dilakukan oleh anak-anak panti. Setiap anak punya tugas dan jadwal tersendiri.
Selain, kerja harian dan belajar, anak-anak juga diajari berdoa. Di sini dibentuk pula kelompok doa. Seminggu sekali kelompok doa ini melakukan pertemuan untuk mendoakan siapa saja yang membutuhkan doa. Di kompleks panti kini telah ada sarana gua Maria dan kapel.
           “Jangan membuang anak sembarangan. Lebih baik serahkan kepada kami, kami siap mengasuhnya,” pesan para pengelola panti. (jhanto)
 Kontak: (024) 7600450

Tidak ada komentar:

Posting Komentar