Untung dan isteri setia melayani anak-anak. |
DI hadapan Kardinal Yustinus Darmoyuwono, awam ini berikrar setia kepada Gereja untuk setia pada panggilan merawat setiap anak yang dipercayakan kepadanya, untuk tidak mencari harta demi diri sendiri, dan setia kepada ajaran-ajaran Gereja. Awam ini adalah Al Untung Sudono (61).
Ikrar yang ia ucapkan pada tahun 1978 itu merupakan ikrar untuk setiap mengurusi anak-anak panti asuhan Wikrama Putra yang ia kelola. Kardinal waktu itu berkata, “Di sini aku serahkan kekayaan yang tak ternilai ini kepadamu seumur hidup.” Berat memang ikrar yang ia ucapkan, namun ia sadar bahwa itulah panggilan hidupnya.
Selama delapan tahun sudah ia turut mendampingi anak-anak panti bersama dengan Rm HC Van Diense SJ, pendiri panti. Malah sejak masa ia menuntut ilmu di bangku kuliah. Banyak suka duka mendampingi anak-anak. “Pada awalnya pernah kami menampung 5 anak, tapi esok harinya malah kabur semua,” ungkapnya sambil tersenyum.
Pernah pula ada pengalaman ia mencari anak bayi yang dibuang oleh orang tuanya. “Sore itu saya ditelepon oleh seorang Suster dari Yogya,” tutur Untung. Suster itu bercerita bahwa anak bayi yang dibuang dan diberikan kepada tukang becak di stasiun kereta. Orang tua si bayi adalah pasangan mahasiswa yang belum siap menerima kehadiran buah cintanya.
Malam itu juga Untung ke Yogya untuk mencari si bayi. Pukul 2 dini hari ia mencari keberadaan si bayi. Untunglah si bayi bisa ditemukan oleh Untung. Segera bayi itu diminta dari tukang becak, seraya memberikan beberapa lembar uang kepada penarik becak itu.
Pengalaman lain yang begitu mengesan di hati Untung adalah ketika Rm Diense meninggal dunia. Saat itu 19 Maret 1985, ketika Rm Diense terbaring di RS St Elisabeth Semarang untuk persiapan operasi besar. Sore hari Untung membezuknya.
Dalam pertemuan Rm Diense mengatakan bahwa kalau operasi yang ia jalani berhasil, ia akan 10 tahun lebih muda. Namun jika gagal, umurnya hanya 3 hari. Mendengar perkataan tersebut, Untung sontak bertanya, “Lalu bagaimana dengan anak-anak panti? Bagaimana masa depannya?”
Rm Diense malah mengatakan, kalau ia meninggal itu malah lebih baik. Ia pun berjanji, kalau di surga ia akan mengirimkan makanan dan uang. Ia akan mengetuk hati banyak orang untuk membantu anak-anak panti. Untung hanya mengangguk-angguk. Dalam perjalanan pulang ia berusaha menepis keraguan hatinya dan mempercayai janji Rm Diense itu.
Dan tiga hari sesudahnya, 22 Maret, ada berita bahwa Rm Diensi meninggal dunia. Dan dimakamkan di Girisonta. Untung bersedih.
Menagih janji
Sebulan berlalu. Untung menerima laporan dari bagian keuangan kalau dana menipis dan beras sudah habis. Tanpa berpikir panjang, Untung siang itu pergi ke Girisonta untuk menagih janji Rm Diense. “Romo, saya ke sini menagih janji. Beras di panti habis,” tuturnya mengenang.
Sore hari ia kembali ke panti. Matanya terbelalak melihat ada sepuluh karung berisi beras. Jadi totalnya satu ton. Ia berusaha menanyakan kepada para penghuni panti. Tapi hingga saat ini tak ada jawaban tentang hal ini.
Sejak saat itulah Untung semakin percaya bahwa Allah akan menghidupi anak-anak panti. Hingga kini, panti tak pernah membeli beras. Selalu saja ada yang memberi. Tuhan memelihara melalui banyak tangan orang baik.
Kini ia dengan isteri tercinta yang telah pensiun, bersama-sama mengurus kehidupan anak-anak dengan hati yang mantap. (Jhanto)
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusSalam Damai.......mohon info hp atau no. kontak dari Bp/Ibu Untung...krn y lama hilang......terimakasih
BalasHapus